BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ajaran-ajaran islam yang diyakini oleh umat islam mengandung nilai-nilai islam yang memiliki peran yang sangat penting didalam mengembangkan kebudayaan islam. Disamping itu, ajaran-ajaran islam juga dapat membumikan ajaran utama ( yang sebagai syariah) sesuai dengan kondisi dan kebutuhan hidup umat manusia. Manusia sering dikatakan sebagai mahluk yang paling tinggi dibandingkan dengan mahluk lainnya. Tingginya harkat dan martabat manusia karena manusia mempunyai akal budi. Dengan adanya akal budilah, manusia mampu menghasilkan kebudayaan yang cenderung membuat manusia menjadi lebih baik dan lebih maju. Dengan kebudayaan tersebut manusia memperoleh banyak kemudahan dan kesenangan hidup. Akal budi pun mampu menciptakan dan melahirkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan keseluruhan yang dihasilkan akal budi tersebut dapat dikelola untuk menghasilkan produk-produk yang dapat dimanfaatkan oleh manusia guna menuju peradaban yang modern.
Seiring dengan berkembangnya wawasan manusia akan lebih dapat memilah-milah bagian-bagian yang positif dan negative untuk diri pribadi dan orang lain. Dengan peradaban manusia yang semakin modern maka pola pikir manusia akan lebih berkembang. Apabila dikaitkan dengan kebudayaan islam maka manusia merupakan suatu fungsi yang di gunakan untuk meneruskan kebudayaan islam dimasa lalu untuk menjalankan peradaban modern. Kebudayaan islam digunakan sebagai pedoman agar manusia tidak terjerumus dalam hal-hal yang negatif dan manusia dapat memahami betapa pentingnya mempelajari tentang kebudayaan islam agar kita sebagai umat islam dapat tahu betul bagaimana sebenarnya kebudayaan islam yang sesungguhnya. Dan pada makalah ini kami akan membahas tentang kebudayaan islam.
B. RUMUSAN MASALAH
Untuk memudahkan dalam pembahasan masalah maka penulis membatasi permasalahan ini pada,
1.Bagaimanakah kebudayaan islam?
2.Bagaimanakah sejarah intelektual islam?
3.Apakah pengaruh kebudayaan islam bagi umat manusia?
C. MANFAAT
Adapun manfaat dari makalah ini yaitu :
1. Kita akan dapat menjadi manusia yang dapat menyeesuaikan diri dengan berpegang teguh pada ajaran-ajaran sejarah islam.
2. Umat manusia sebagai mahluk yang paling sempurna dapat mengembangkan kemampuannya yang dilandasi dengan Al-Quran.
3. Manusia modern dapat mengambil hikmah dari kebudayaan islam dan unsur-unsurnya serta pembelajara yang di bahas di makalah ini.
4. Kita dapat mengetahui kebudayaan-kebudayaan islam serta sejarah intelektual islam yang dapat di jadikan bahan pembelajaran.
5. Kita dapat mengetahui bagaimana islam dalam kebudayaan Indonesia serta etos kerja islam.
D. TUJUAN
1. Untuk mengetahui kebudayaan islam.
2. Untuk mengetahui sejarah intelektual islam.
3. Untuk mengetahui nilai-nilai kebudayaan dalam islam.
4. Untuk mengetahui bagaimana Mesjid sebagaipusat peradaban islam.
5. Untuk mengetahui islam dalam kebudayaan Indonesia, dan.
6. Untuk mengetahui etos-etos kerja dalam islam.
BAB II
A. KEBUDAYAAN ISLAM
1. Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yang mana akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat
2. Unsur-Unsur Kebudayaan
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
1.Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
alat-alat teknologi
sistem ekonomi
keluarga
kekuasaan politik
2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
organisasi ekonomi
alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
organisasi kekuatan (politik)
B. Sejarah Intelektual Islam
Perkembangan pemikiran islam mempunyai sejarah yang panjang dalam arti seluas-luasnya. Tradisi pemikiran dikalangan umat islam berkembang seiring dengan kemunculan islam itu sendiri. Dalam kontek masyarakat Arab sendiri, di mana islam lahir dan pertama kali berkembang di sana, kedatangannya lengkap dengan tradisi keilmuannya. Sebab masyarakat Arab pra islam belum mempunyai sistem pengembangan pemikiran secara sistematis.
Pada masa awal perkembangan islam, sistem pendidikan dan pemikiran yang sistematis belum terselenggara karena ajaran islam tidak diturunkan sekaligus. Namun demikian isyarat Alqur’an sudah cukup jelas meletakkan fondasi yang kokoh terhadap pengembangan ilmu dam pemikiran,sebagaimana terlihat pada ayat yang pertama diturunkan yaitu suatu perintah untuk membaca dengan nama Allah ( al-Alaq:1 ). Dalam kaitan itu dapat dipahami mengapa proses pendidikan islam pertama kali berlangsung di rumah yaitu Darul Arqam. Ketika masyarakat Islam telah terbentuk, maka pendidikan Islam dapat diselenggarakan di mesjid. Proses pendididkan pada kedua tempat tersebut dilakukan dalam lingkaran besar atau disebut Halaqah.
Dalam mengguanakan teori yang dikembangkan oleh Harun Nasution, dilihat dari segi perkembangannya, sejarah intelektua Islam dapat dikelompokkan ke dalam tiga masa yaitu masa klasik, yaitu tahun 650-1250 M. dan masa modern yaitu sejak tahun 1800-sampai sekarang.
Pada masa klasik lahir para ulama madz hab seperti imamn Hambali, Hanafi, Iman Syafii, dan Iman Malik. Selain itu, lahir pula para filosuf muslim seperti Al-Kindi, tahun 801 M. seorang filosuf muslim pertama. Selain Al-Kindi, pada itu lahir pula para filosuf besar seperti Al-Razi lahir tahun 865 M, Al-Farabi lahir tahun 870 M. Dia dikenal sebagai pembangun aguing sistem filsafat. Pada abad berikutnya lahir pula filosuf agung Ibnu Miskawaih pada tahun 930 M. pemikirannya yang terkenal tentang pendidikan akhlak kemudian Ibnu Sina tahun 1037. Ibnu Bajjah, 1138 M. Ibnu Rasyid 1126 M. dllPada masa pertengahan yaitu tahun 1250-1800 M. dalam catatan sejarah pemikiran Islam masa ini merupakan fase kemunduran karena filsafat mulai dijauhkan dari umat Islam sehingga ada kecenderungan akal dipertentangkan dengan wahyu,.iman dengan Ilmu, dunia dengan akhirat. Pengaruhnya masih terasa sampai sekarang.
Pemikiran yang berkembang saat itu adalah pemikiran dikotomis antara agama dengan lmu dan urusan dunia dengan urusan akhirat. Titik kulminasinya adalah ketika para ulama sudah mendekat kepada para penguasa, sehingga fatwa-fatwa mereka tidak lagi diikuti oleh umatnya dan kondisi umat menjadi carut marut kehilangan figur pemimpin yang dicintai umatnya.
C. Nilai-Nilai Islam Dalam Budaya Indonesia
Di zaman modern, ada satu fenomena yang menarik untuk kita simak bersama yaitu semangat dan pemahaman sebagian generasi muda umat Islam khususnya Mahasiswa PTU dalam mempelajari dan mengamalkan ajaran Islam. Mereka berpandangan bahwa Islam yang benar adalah segala sesuatu yang ditampilkan oleh Nabi Muhammad Saw. Secara utuh termasuk nilai-nilai budaya Arabnya. Kita sepakat bahwa Nabi Muhammad Saw. Itu adalah Rasul Allah. Kita tahu Islam itu lebih dari beliau, dan yang menginkari kerasulannya adalah kafir.
Nabi Muhammad Saw. Adalah seorang Rasul Allah dan harus diingat bahwa beliau adalah orang Arab. Dalam kajian budaya sudah barang tentu apa yang ditampilkan dalam perilaku kehidupannya terdapat nilai-nilai budaya lokal. Sedangkan nilai-nilai Islam itu bersifat universal. Maka dari itu sangat dimungkingkan apa yang dicontoh oleh Nabi dalam hal mu’amalah ada nuansa-nuansa budaya yang dapat kita aktualisasikan dala kehidupn modern dan disesuaikan dengan muatan budaya lokal masing-masing. Contohnya dalam cara berpakaian dan cara makan. Dalam ajaran Islam sendiri meniru budaya satu kaum boleh-boleh saja sepanjang tidak bertengtangan dengan nilai-nilai dasar Islam. Apalagi yang ditirunya adalah panutan suci Nabi Muhammad Saw, namun yang tidak boleh adalah menganggap bahwa nilai-nilai budaya Arabnya dipandang sebagai ajaran Islam.
Dalam perkembangan dakwah Islam melalui bahasa budaya, sebagaimana dilakukan oleh para Wali di tanah jawa. Karena kehebatan para wali Allah dalam mengemas ajaran Islam dengan bahasa budaya setempat, sehingga masyarakat tidak sadar bahwa nilai-nilai Islam telah masuk dan menjadi tradisi dalam kehidupan sehari hari mereka.
D. Masjid Sebagai Pusat Peradaban Islam
Masjid biasanya dipahami oleh sebagian besar masyarakat merupakan rumah ibadah, terutama untuk shalat, padahal sebenarnya masjid memiliki fungsi yang demikian luas daripada sekedar untuk shalat. Masjid pada awal berdirinya belum berpindah dari fungsi yang utama yaitu untuk melakukan shalat, namun perlu diketahui bahwa masjid pada zaman Rasulullah saw dimanfaatkan sebagai pusat peradaban dan kebudayaan Islam.
Nabi Muhammad saw menumbuhkembangkan agama Islam termasuk didalamnya mengajarkan Al Quran, Al Hadits, bermusyawarah untuk mufakat dalam usaha menyelesaikan berbagai macam persoalan umat Islam, membina sikap dasar umat Islam kepada orang-orang nonmuslim, sehingga segala macam ikhtiar untuk mengembangkan kesejahteraan umat Islam justru berasal dari masjid (Diskusi Kelompok Lokakarya MPK UGM, 2003: 38). Masjid merupakan ajang untuk mengumumkan hal-hal penting terutama berkaitan dengan hidup dan kehidupan umat Islam. Persoalan suka dan duka, peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar masjid diberitahukan kepada masyarakat melalui masjid. Masjid juga berfungsi dalam hal pendidikan dan penerangan untuk masyarakat serta merupakan tempat belajar bagi semua orang yang akan belajar dan mendalami agama.Pada waktu Nabi Muhammad saw masih hidup, semua pertanyaan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, agama maupun masalah hukum langsung dilontarkan dan dicarikan jawabannya secara langsung oleh beliau, maka ketika itu belum diperlukan kepustakaan Islam.
Asas Islam didalamnya mengandung kepustakaan, hal ini dapat dilihat pada waktu turunnya wahyu yang pertama yaitu surat Al Alaq ayat 1-5, artinya: Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (Departemen Agama, 1989: 1079). Ayat tersebut mengandung makna bahwa tempat bersandar kepustakaan adalah membaca dan menulis, tanpa menulis maupun membaca buku-buku tidak pernah ada. Membaca dan menulis merupakan pertanda bagi lahirnya kepustakaan Islam sesudah nabi wafat. Kitab yang pertama dan utama dalam Islam adalah kitab suci Al Quran.
Kitab yang kedua adalah As Sunnah (Al Hadits). Kitab-kitab yang ditulis setelah AlQuran dan As Sunnah memiliki sifat menjelaskan, membahas, memberi penafsiran, mengolah, menumbuhkembangkan, dan meneruskan kedua kitab tersebut. Kepustakaan Islam adalah pusat pendidikan, pengajaran, dandakwah Islam. Pada waktu Nabi Muhammad saw masih hidup, perpustakaan belum tersedia,tetapi secara keseluruhan berdasarkan pada wahyu ertama sebagaimana ermaktub dalam Al Quran. Mereka yang berkeinginan mengembangkan ilm pengetahuan dan memperdalam ilmu,maka masjid merupakan perpustakaan sekaligus sebagai gudang ilmu (Gazalba, 1975: 119).
Masjid berfungsi sebagai tempat sosial, yang dipergunakan seperti hotel bagi seseorang sedang mengadakan perjalanan (musafir),hal itu juga pernah dialami oleh seorang budak wanita yang baru dibebaskan, karena tidak memiliki rumah kemudian ia mendirikan kemah di halaman masjid (Gazalba, 1975: 121). Orang-orang di dalam masjid mengumandangkan ayat-ayat AlQuran dengan suara merdu, juga diperdengarkan lagu-lagu yang berciri khas Islami.
Masjid berasal dari istilah sajada, yasjudu yang mengandung arti bersujud atau bersembahyang. Masjid merupakan rumah Allah (Baitullah), sehingga orang yang masuk ke masjid diperintahkan shalat sunnah tahiyatul masjid (menghargai masjid) sebanyak dua rakaat. Nabi Muhammad saw bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud ra,: Jika seseorang memasuki masjid jangan dahulu duduk sebelum mengerjakan shalat dua rakaat (Tim Penulis Ensiklopedi Islam, 1997: 169). Kata masjid (bentuk mufrad/tunggal) dan masajid (bentuk jamak) banyak didapat di dalam Al Quran, misal: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki masjid… (Al Quran surat Al Araf ayat 31). Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah di dalam masjid-masjidNya dan berusaha untuk merobohkannya?…. (Al Quran surat Al Baqarah ayat 114). Hanyalah yang memakmurkan masjid- masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta tetap mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapapun)selain kepada Allah….. (Al Quran surat At Taubah ayat 18). Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun didalamnya disamping (menyembah) Allah(Al Quran surat Al Jin ayat 18). (Departemen Agama, 1989: 225,31, 280, 985). Masjid pertama kali didirikan oleh Nabi Muhammad saw di Madinah, yaitu pada tahun 622 bulan Rabiulawal tahun I Hijriyah, bertepatan dengan awal mula Nabi Muhammad saw bertempat tinggal di Madinah, masjid tersebut adalah masjid Madinah (Masjid Nabawi), adalah masjid utama ketiga sesudah Masjidil Haram dan Masjidil Aqsa.
Sejarah pertumbuhan bangunan masjid berkaitan erat dengan perkembangan daerah Islam dan timbulnya kota-kota baru. Pada waktu awal tumbuh kembangnya Islam ke berbagai negara, umat Islam bertempat tinggal di tempat yang baru, dengan menggunakan sarana masjid sebagai ajang untuk kepentingan sosial. Masjid adalah hasil budaya umat Islam dalam bidang teknologi konstruksi yang sudah diawali semenjak awal mula dan merupakan corak khas negara atau Kota Islam (Tim Penulis Ensiklopedi Islam, 1997: 169-171). Masjid juga salah satu bentuk pengejawantahan tumbuhnya kebudayaan Islam yang demikian penting.Bentuk bangunan masjid juga menggambarkan Allah (Sang Pencipta) serta merupakan pertanda tingkat tumbuhkembangnya kebudayaan Islam.
Konstruksi masjid yang indah dan mempesonakan dapat ditemukan di Spanyol, India, Suria,Kairo, Baghdad serta beberapa daerah di Afrika juga merupakan pertanda sejarah monumen umat Islam yang pernah mengalami zaman keemasan pada bidang teknologi konstruksi, seni dan ekonomi. Seni arsitektur yang demikian indah kelihatan dalam berbagai masjid berada diseantero dunia tidak timbul secara mendadak, namun melalui proses pertumbuhan secara tahap demi tahap. Diawali dari konstruksi bangunan yang sederhana sampai pada bentuk bangunan yang sempurna, terjadi dari satu generasi ke generasi berikutnya. Seni arsitektur masjid tidak terlepas dari pengaruh seni arsitektur Arab, Persia, Byzantium, India, Mesir, dan Gothik. Bangunan dan ciri khas arsitektur masjid, semenjak zaman para khalifah sampai saat ini terdapat perbedaan antara satu dengan yang lainnya, tetapi secara keseluruhan dilandasi adanya jiwa ketauhidan dan perwujudan rasa cinta dan kasih sayang kepada Allah SWt.
E. Islam Dalam Budaya Indonesia
Dakwah Islam ke Indonesia lengkap dengan seni dan kebudayaannya, maka Islam tidak lepas dari budaya Arab. Permulaan berkembangnya Indonesia, dirasakan demikian sulit untuk mengantisipasi adanya perbedaan antara ajaran Islam dengan kebudayaan Arab. Tumbuh kembangnya Islam di Indonesia diolah sedemikian rupa oleh para juru dakwah dengan melalui berbagai macam cara, baik melalui bahasa maupun budaya seperti halnya dilakukan oleh para wali Allah di Pulau Jawa. Para wali Allah tersebut dengan segala kehebatannya dapat menerapkan ajaran dengan melalui bahasa dan budaya daerah setempat, sehingga masyarakat secara tidak sengaja dapat memperoleh nilai-nilai Islam yang pada akhirnya dapat mengemas dan berubah menjadi adat istiadat di dalam hidup dan kehidupan sehari-hari dan secara langsung merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebudayaan bangsa Indonesia, misalnya: setiap diadakan upacara-upacara adat banyak menggunakan bahasa Arab (Al Quran), yang sudah secara langsung masuk ke dalam bahasa daerah dan Indonesia, hal tersebut tidak disadari bahwa sebenarnya yang dilaksanakan tidak lain adalah ajaran-ajaran Islam (Diskusi Kelompok Lokakarya MPK UGM, 2003: 39). Ajaran-ajaran Islam yang bersifat komprehensif dan menyeluruh juga dapat disaksikan dalam hal melaksanakan hari raya Idul Fitri 1 Syawal yang pada awalnya sebenarnya dirayakan secara bersama dan serentak oleh seluruh umat Islam dimanapun mereka berada, namun yang kemudian berkembang di Indonesia bahwa segenap lapisan masyarakat tanpa pandang bulu dengan tidak memandang agama dan keyakinannya secara bersama-sama mengadakan syawalan (halal bil halal) selama satu bulan penuh dalam bulan syawal, hal inilah yang pada hakikatnya berasal dari nilai-nilai ajaran Islam, yaitu mewujudkan ikatan tali persaudaraan di antara sesama handai tolan dengan cara saling bersilaturahmi satu sama lain, sehingga dapat terjalin suasana akrab dalam keluarga.
Berkaitan dengan nilai-nilai Islam dalam kebudayaan Indonesia yang lain, juga dapat dikemukakan yaitu sesuai dengan perkembangan zaman terutama ciri dan corak bangunan masjid di Indonesia yang juga mengalami tumbuh kembang, baik terdiri dari masjid-masjid tua maupun yang baru dibangun, misal: masjid- masjid yang dibangun oleh Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, pada umumnya hampir mirip dengan bentuk joglo yang berseni budaya Jawa. Perkembangan budaya Islam yang terdapat pada masjid, secara nyata dapat ditunjukkan yaitu adanya masjid-masjid tua yang kemudian diperbaiki dengan ditambah konstruksi baru atau mengganti tiang-tiang kayu dengan tiang batu atau beton, lantai batu dengan ubin dan dinding sekat dengan tembok kayu. Hal tersebut dapat dicontohkan beberapa masjid yang menambah bangunan, yaitu Masjid Agung Banten (bangunan menara dan madrasah), Masjid Menara Kudus (bangunan bagian depan berujud pintu gerbang dan kubah dengan gaya arsitektur kayu Indonesia), Masjid Agung Surakarta (bangunan pintu gerbang dan tembok keliling yang berlubang tiga pintu dengan lengkung runcing dan menara tempel yang memiliki mahkota kubah,merupakan hasil modifikasi pintu gerbang masjid-masjid di India. Masjid Sumenep Madura (bangunan pintu gerbang bergaya arsitektur Eropa), Masjid Jami Padang Panjang, Tanah Datar, Masjid Sarik (Bukittinggi), Masjid Sumatera Barat (pembangunan puncak tumbang dengan mahkota kubah). Jurnal Filsafat, Agustus 2004, Jilid 37, Nomor 2
Beberapa masjid di Indonesia yang mengedepankan corak yang demikian baru (modern), misal: Masjid Raya Medan, Masjid Baiturrahman Banda Aceh yang mencontoh gaya arsitektur masjid di India (Tim Penulis Ensiklopedi Islam, 1997: 172-173). Bangsa Indonesia setelah meraih kemerdekaan juga banyak berdiri masjid-masjid model baru,yaitu : Masjid Raya Makassar (Ujung Pandang), Masjid Syuhada (Yogyakarta), Masjid Agung Al Azhar (Jakarta), Masjid Istiqlal (Jakarta), Masjid Salman ITB (Bandung). Masjid mempunyai sejumlah komponen yaitu kubah, menara, mihrab, dan mimbar; komponen masjid yang berciri khas Indonesia adalah beduk. Beduk terbesar di Indonesia terdapat di dalam masjid Jami Purworejo, dibuat oleh orang Indonesia dengan dirancang sesuai dengan njlai-nilai yang berciri khas Islami dan berbudaya Indonesia.
Islam sebagai agama rahmatan lil alamin dapat dilihat dalam segala aspek kehidupan masyarakat di Indonesia, baik dalam aspek sosial, politik, ekonomi, dan agama sehingga nilai-nilai Islam, terutama yang terdapat dalam kebudayaan Indonesia secara keseluruhan tidak dapat dihindari, hal ini sebagaimana telah dikemukakan pada pembahasan tentang kebudayaan Islam yang ada di Indonesia.
F. Islam dan Etos Kerja
Islam adalah agama dualisme, yang mengga bungkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Dalam artian, Islam memandang bahwa manusia tidak bisa hanya menomorsatukan akhirat dan cuek terhadap materi. Karena manusia membutuhkan makan, minum, tempat tinggal dan pakaian. Maka, untuk dapat mencapai dan memperoleh itu semua, Islam menganjurkan para pemeluknya untuk bekerja dan berusaha.
Islam sangat membenci umatnya yang lemah dan malas; tidak memiliki kekuatan mental dalam mencari rezki, sebagai haknya yang telah diberikan Allah. Dan malas, tidak memiliki gairah dan greget untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Perintah untuk bekerja dan berusaha ini dijelaskan secara gamblang oleh Allah swt. di dalam Alquran; Dan katakanlah, bekerjalah kamu karena sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya dan orang-orang mumin akan menjadi saksi dari hasil kerja kamu… (QS. At-Taubah (9): 105). Para sahabat Nabi saw. merupakan tokoh-tokoh ahli kerja (ashb al-aml). Tidak ada satupun dari mereka yang tidak memiliki ladang pekarjaan.
Dr. Muhammad Hasanain al-Bath di dalam bukunya Al-Nizhm Al-Iqtishdiy f Al-Islmmenampilkan sosok Umar, khalifah kedua umat Islam dalam hal etos kerja. Umar, kalau melihat seorang anak yang membuatnya takjub atau kagum, maka ia bertanya kepada orang lain, apakah dia memiliki pekerjaan atau tidak? Jika tidak, maka beliau berkata;Saqatha min ainiy, dia tidak membuatku kagum, atau hilanglah kekagumanku padanya. Beliau sangat terkenal dengan adagiumnya; Y masyara al-fuqar, irfa rusakum faqad wadha al-tharq. Fastabiq al-khairt,wa l takn latan al al-ns (Wahai para fakir, angkatlah kepala kalian, jalan sudah terang. Berlomba-lombalah dalam berbuat kebaikan, dan jangan jadi sampah umat Islam). Dari sini tampak bahwa Islam benar-benar menamkan etos kerja yang tinggi kepada umatnya. Sebuah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan kita, umat Islam. Sehingga, menurut Dr. Muhammad Hasanain al-Bath di dalam bukunya tersebut disebutkan bahwa Alquran menyebutkan kata kerja dengan segala bentuk derivasi dan dimensinya, baik secara parsial dan komprehensif (general), materialistik dan moral, dunia dan akhirat lebih dari 350 tempat. Sehingga, tidak heran kalau Islam menyeru orang-orang yang selesai menunaikan shalat di dalam surat al-Jumuah ayat 10 untuk bertebaran di muka bumi, yaitu bekerja untuk mencari rezeki Allah. Selain itu, Islam tidak melarang para jamaah Haji untuk melakukan perdagangan (al-tijrah).
Drs. H. Toto Tasmara, yang dikenal akrab dengan panggilan Mas Toto, di dalam bukunyaEtos Kerja Pribadi Muslim menyebutkan bahwa cemerlang dan luhurnya iman bukanlah tersimpan pasif di dalam dada, tersembunyi sebagai misteri. Setiap Muslim meyakini, bahwa iman akan terasa lezatnya apabila secara aktual dimanifestasikan dalam bentuk atau wujud amal shalih, dalam aktivitas kerja kreatif, dengan genderang dan gemuruh motivasi prestatif dalam rangka mewujudkan cita-citanya yang luhur sebagai umat yang terbaik (kuntum khaira ummatin ukhrijat linnsi). Itulah sebabnya, penghargaan Islam terhadap budaya kerja bukan hanya sekedar pajangan alegoris dan penghias retorika. Lebih jauh, Mas Toto menjabarkan bahwa etos kerja dalam Islam adalah terletak dalam jihad. Beliau mengatakan bahwa jihad atau mujahadah berasal dari kata jhada, yujhidu, yang berarti bersungguh-sungguh mengerahkan seluruh potensi dirinya untuk mencapai sesuatu. Lantas, kenapa ada umat Islam yang ragu mengatakan bahwa Islam mempunyai ciri khas dalam etos kerja, yaitu jihad? Orang Jepang punya semangat kerja karena dibayangi budaya ajaran Shinto dan Zen Budha yang melahirkan semangat Bushido sertaMakoto (artinya: sincerity = kesungguhan). Orang Protestan menempatkan kerja sebagai panggilan Ilahiyah (calling from with in). Yang membedakannya dengan semangat kerja dalam Islam, ialah kaitannya dengan niat ibadah semata-mata, bahwa bekerja merupakan kewajiban agama dalam rangka menggapai ridha Allah (yabtaghna fadhlan minallhi wa ridhwnan, QS. Al-Fath (48): 29). Sebab itulah disebut sebagai jihd f sablillh. Kesungguhan untuk meraih prestasi amal shalih, itu adalah jihad, demikian jelas beliau.
Hal ini dijelaskan oleh Rasulullah saw. secara panjang lebar di dalam sebuah Haditsnya, yang diriwayatkan dari Kaab bin Ajrah. Ia berkata; Seorang laki-laki melewati Nabi saw. Para sahabat melihat kesungguhan dan kesemangatannya. Mereka bertanya kepada beliau; Wahai Rasulullah, apa dia termasuk dalam jihd f sablillh? Rasulullah saw. menjawab; Jika dia keluar untuk menafkahi anaknya yang masih kecil- kecil, maka dia f sablillh. Dan jika keluar untuk menafkahi dirinya dengan tujuan menjaga kehormatannya agar tidak meminta-minta, maka di f sablillh. Namun jika dia keluar (bekerja) hanya untukriy dan berbangga-bangga, maka dia di jalan setan.
Oleh karena itu, Islam sangat membenci pengangguran (al-bithlah). Hal ini telah dimotivasi oleh agama (Islam) bahwa pekerjaan yang baik merupakan bagian yang intgral dari keimanan seorang Muslim. Hal ini dijelaskan oleh Nabi saw; Tidak seorang pun yang memakan makanan yang lebih baik dari makanan yang dihasilkan oleh tangannya sendiri. Sesungguhnya Nabi Allah Daud as. itupun, makan dari hasil tangannya sendiri(HR. Bukhari dan yang lainnya). Nabi saw. telah memberikan contoh yang konkret bagi umatnya. Dimana beliau pernah menjadi penggembala kambing orang-orang Mekkah sebelum masa kenabian. Beliau juga pernah menjadi pedagang. Beliau saat itu menjajakan barang-barang milik Khadijah, sebelum menjadi istrinya tercinta.
Kerja merupakan bagian yang sangat urgen dalam kehidupan umat Islam. Islam dan kerja merupakan dua sisi mata uang yang saling membutuhkan dan tidak bisa dipisahkan. Dengan demikian, kita dapat menyatakan bahwa etos kerja merupakan ruh Islam. Kerja merupakan substansi ajaran Islam di dalam menyikapi cosmos. Alam yang demikian luas dan kaya, merupakan tanggung jawab manusia (termasuk di dalamnya umat Islam) dalam mengeksplorasi dan mengeksploitasi kekayaannya. Namun, dalam hal ini tidak bisa hanya lewat ide dan pemikiran yang kosong dari aksi nyata (real action). Ia harus diwujudkan lewat budaya kerja, etos kerja.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik konklusi bahwa Islam bukan hanya membeberkan dan mendoktrin masalah simbol dan syiar. Namun, pada saat yang bersamaan, Islam itu adalah ibadah dan kerja. Sehingga, untuk menumbuhkan etos kerja, Islam menyatakan bahwa kerja merupakan bagian dari ibadah. Barangsiapa berusaha untuk mencukupi kebutuhan para janda, orang-orang miskin, ia laksana seorang pejuang (mujahid) di jalan Allah, atau seperti orang yang mengerjakan shalat malam atau orang yang berpuasa satu harian, demikian ungkap Nabi saw. sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam kitab Shahih-nya.
Oleh karenanya, Islam sangat tidak suka melihat umatnya yang hobi dengan ongkang-ongkang kaki, menghitung bintang di langit, dan mengamalkan dzikir andalan jikalau. Islam mengajarkan umatnya agar senantiasa mau menyingsingkan lengan baju, kapan dan di mana saja. Orang yang malas, adalah orang yahng tidak mau tahu dengan manfaat alam serta isinya. Orang yang ogah kerja adalah contoh manusia yang membunuh manfaat hidup. Hidup ini adalah kerja, perjuangan, jihad. Al-haytu jihdun. Wallahu alamu bi al-shawab. [] Cairo, May 8, 2006.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pengertian kebudayaan adalah sesuatu yang mana akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan kebudayaan Islam adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia (segala tindakan dan sikap seseorang) untuk merealisasikan pokok ajaran Islam dalam kehidupan, yang diperoleh dan dikerjakan dengan menggunakan hasil pendapat budi pekerti yang didasari oleh Alquran dan hadits dengan tujuan untuk mencapai kesempurnaan.
Jadi dalam kebudayaan islam banyak mengandung nilia-nilai agama yang bersifat Universal dan dapat kita jadikan percontohan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Masjid bukan hanya berfungsi sebagai tempat ibadah tetapi ia juga memiliki fungsi sebagai pusat peradaban islam.
Dakwah Islam ke Indonesia lengkap dengan seni dan kebudayaannya, maka Islam tidak lepas dari budaya Arab. Permulaan berkembangnya Indonesia, dirasakan demikian sulit untuk mengantisipasi adanya perbedaan antara ajaran Islam dengan kebudayaan Arab
DAFTAR PUSTAKA
Tim Dosen pendidikan Agama Islam UNM, 2009.Pendidikan Agama Islam, Makassar.
Mansoer, H. Hamdan dkk. 2004. Materi Instruksional Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum. Jakarta : Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam
Departemen Agama RI. Samantho, Ahmad Y. 2007. Iptek Dari Sudut Pandangan Dunia Islam. Bayt al-Hikmah Institute.
Soleh, A Khudori. 2007. Dinamika Perkembangan Islam: Sebuah Pengantar. Malang : Lembaga Kajian al-Quran dan Sains (LKQS) Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.
Yahya, Harun. MENGAPA DARWINISME BERTENTANGAN DENGAN AL QURAN. www.harunyahya.com